Senin, 04 Februari 2013

komponen-komponen latihan


KOMPONEN-KOMPONEN LATIHAN
A.    VOLUME LATIHAN
Volume latihan adalah ukuran yang menunjukan jumlah atau kuantitas derajat besarnya suatu rangsang yang dapat ditunjukan dengan jumlah repetisi, seri atau set, dan panjang jarak yang ditempuh.
A.    INTENSITAS LATIHAN
Ada 3 faktor yang bias menyebabkan pelatih tidak berani memberikan latihan yang berat, antara lain : (1) ketakutan bahwa latihan yang berat akan mengakibatkan kondisi fisiologis yang abnormal atau yang akan menimbulkan staleness, (2) kurangnya motivasi (3) karena tidak tahu bagaimana prinsip-prinsip latihan yang sebenarnya atau ada kemungkinan pula karena kurangnya keberanian (courage) pelatih untuk bertindak tegas terhadap atlet-atletnya atau ragu-ragu dalam menuntut disiplin yang keras, tetapi sebenarnya wajar.
A.    KEPADATAN LATIHAN
Kekeliruhan yang umum dilakukan oleh banyak pelatih kita bahwa mereka lebih menekankan pada lamanya latihan daripada penambahan beban latihan. Waktu latihan sebaiknya adalah pendek, tetapi berisi dan padat dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat, kecuali waktunya sangat pendek, latihan juga harus dilakukan sesering mungkin. 
A.    KOMPLEKSITAS LATIHAN
Kompleksitas latihan mengandung arti kerumitan untuk latihan yang dilaksanakan dalam latihan. Kompleksitas dari suatu ketrampilan akan membutuhkan koordinasi, dapat menjadi penyebab yang penting dalam meningkatkan intensitas latihan. Ketrampilan teknik yang rumit atau sulit, mungkin akan menimbulkan permasalahan dan akhirnya dapat menyebabkan tekanan tambahan terhadap otot, khususnya selama tahap dimana koordinasi syaraf otot berapa dalam keadaan lemah.
A.    KUALITAS LATIHAN
Lebih penting daripada intensitas latihan adalan kualitas latihan yang diberikan oleh pelatih kepada atlet. Setiap latihan haruslah berisi drill-drill yang bermanfaat dan dan yang jelas arah serta tujuan latihannya. Atlet haruslah merasakan bahwa apa yang diberikan oleh pelatih adalah memang berguna baginya dan hari itu dia telah lagi belajar atau mengalami sesuatu yang baru. Kalau bukan di bidang fisik, teknik.
A.    VARIASI DALAM LATIHAN
Untuk mencegah timbulnya kebosanan berlatih ini, pelatih harus kreatif dan pandai-pandai mencari dan menerapkan variasi-variasi dalam latihan. Variasi latihan dapat berbentuk permainan-permainan dengan bola, permainan estafet, berenang, naik sepeda ke gunung, cross country dan sebagainya, kecuali membawa kegembiraan berlatih, unsur daya tahan, kondisi gerak, kelincahan dan lain-lain komponen fisik juga akan turut berlatih. Variasi-variasi latihan yang dikreasikan dan diterapkan secara cerdik akan dapat menjaga terpeliharanya fisik maupun mental atlet sehingga timbulnya kebosanan berlatih sejauh mungkin dapat dihindari. Atlet selalu membutruhkan variasi dalam latihan.



olahraga dan permainan


OLAHRAGA DAN PERMAINAN

Sport (Olahraga) berasal dari bahasa Latin ”disportare” atau “deportare” dalam bahasa Itali ”deporte” yang artinya penyenangan, pemeliharaan atau menghibur untuk bergembira. Jadi olahraga itu adalah suatu kegiatan yang menyenangkan dimana semua anggota badan bergerak berirama. Pada saat ini, olahraga sangat digemari oleh semua kalangan usia. Dari anak-anak, remaja, orang dewasa sampai para manula juga senang berolahraga.
Semua orang suka berolahraga, karena dengan berolahraga badan menjadi sehat. Selain dapat membuat badan sehat olahraga juga mempunyai banyak sekali manfaat, menurut (http://health.okezone.com/read/2012/12/10/486/729797/sejuta-manfaat-olahraga-bagi-tubuh) manfaat olahraga antara lain : mengurangi stress, menjaga berat badan, meningkatkan energi, membuat tidur nyenyak, meningkatkan gairah sexsual.
Sebenarnya olahraga sudah dikenal sejak 30.000 tahun yang lalu, berdasarkan perhitungan penanggalan karbon. Lukisan/gambar-gambar jaman batu ditemukan di padang pasir Libya menampilkan beberapa aktivitas, renang dan memanah (Amrank Berachunk: 2012). Hal ini membuktikan bahwa olahraga sudah ada sejak jaman prasejarah (prehistoric). Dalam perkembangannya, olahraga berkembang mengikuti jaman. Dari yang dahulu olahraga dilakukan secara individu, dan akhirnya berkembang dengan adanya olahraga beregu.
Ada banyak sekali olahraga beregu, misalnya sepakbola, basket, voli, softball, dan masih banyak lagi macamnya. Pada olahraga beregu banyak peneliti mengatakan bahwa olahraga ini berasal dari Eropa, tepatnya Inggris (Amrank Berachunk: 2012). Karena olahraga beregu sangat rentan menimbulkan konflik yang besar, maka pada olahraga ini ada banyak sekali aturan-aturan yang digunakan. Aturan-aturan tersebut berkembang sesuai kebutuhan.
Setelah olahraga didunia mulai berkembang dengan luas, para bangsawan Eropa berinisiatif untuk mengadakan ajang olahraga yang bernama Olimpiade. Namun olimpiade hanya berlangsung di Yunani kuno sampai pada tahun 393 M. olimpiade kuno ini diberhentikan oleh Kaisar Romawi (Feri Kurniawan, hal : 1). Setelah itu pada  tahun 1896 dihidupkan kembali oleh bangsawan Prancis yang bernama Pierre Fredy Baron de Coubertin. Dan pada tahun 1896 Olimpiade modern pertama kali diadakan di Athena.
Setelah kesuksesan Olimpiade 1896, Olimpiade memasuki masa-masa stagnasi yang mengancam keberlangsungan ajang tersebut. Olimpiade Paris 1900 dan Olimpiade St. Louis 1904 adalah buktinya. Olimpiade Paris tidak memiliki stadion, namun ini adalah Olimpiade dimana pertama kalinya wanita diijinkan ikut serta dalam pertandingan. Olimpiade St. Louis tahun 1904 diikuti oleh 650 atlit, namun 580 diantaranya berasal dari Amerika Serikat.
Hal-hal diatas menjadi dasar bagi IOC untuk melakukan perubahan dalam Olimpiade. Olimpiade ditata ulang setelah diadakannya Olimpiade Interkala/Intercalated games (disebut demikian karena Olimpiade ketiga yang diadakan sebelum waktu penyelenggaraan Olimpiade ketiga) pada tahun 1906 di Athena (Feri Kurniawan, hal : 8). Olimpiade Interkala ini tidak diakui secara resmi oleh IOC dan tidak pernah diselenggarakan lagi sejak saat itu. Namun, Olimpiade Interkala yang diselenggarakan di stadion Panathinaiko, Athena ini telah menarik minat banyak peserta secara Internasional dan menghasilkan kepentingan publik yang besar, menandai kenaikan popularitas dan ukuran dari Olimpiade itu sendiri.
Indonesia pertama kali berpartisipasi dalam Olimpiade Helsinki 1952 di Finlandia. Setelah itu Indonesia sempat dua kali tidak ikut Olimpiade yaitu pada Olimpiade Tokyo 1964 dan Olimpiade Moskwa 1980 karena boikot sehubungn dengan perang Soviet-Afganistan. Sejak awal keikut sertaannya tercatat Indonesia sudah mengumpulkan total 27 mendali dengan rincian: 6 mendali emas, 10 mendali perak, 11 mendali perunggu (Feri Kurniawan, hal : 22).
Di Indonesia sendiri olahraga dikenal melalui pedagang dari China yang sedang berdagang di Indonesia. Sejak saat itu olahraga berkembang pesat di Indoneisa, hingga saat ini ada banyak sekali cabang olahraga yang dikenal di Indonesia. Selain mengikuti perlombaan tingkat dunia, Indonesia juga rutin mengadakan perlombaan tingkat nasional yang biasa disebut dengan Pekan Olahraga Nasional (PON). Olahraga di Indonesia juga diatur dalam Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah RI tahun 2007 tentang sistem keolahragaan nasional.
Untuk mengembangkan olahraga agar tidak membosankan, pada saat ini banyak sekali model latihan yang menggunakan model permainan. Misalnya pada cabang atletik, basket, sepakbola dan lain-lain. Hal ini membuat olahraga menjadi semakin bervariasi. Jika dahulu model latihan olahraga hanya menitik beratkan pada skill dan fisik, namun dengan adanya variasi latihan permainan tersebut, atlit menjadi tidak bosan untuk melakukan latihan.
Ada banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakan tentang pengertian permainan. Menurut Hans Daeng (dalam Andang Ismail, 2009: 17) permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan anak dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan kepribadian anak. Selanjutnya Andang Ismail (2009: 26) menuturkan bahwa permainan ada dua pengertian. Pertama, permainan adalah sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari menang atau kalah. Kedua, permainan diartikan sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan kepuasan, namun ditandai pencarian menang-kalah.
 Selain dari kedua ahli tersebut, ada juga para ahli yang mengemukan tetang pengertian permainan. Menurut Kimpraswil (dalam As’adi Muhammad, 2009: 26) mengatakan bahwa definisi permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan kepentingan organisasi dengan lebih baik. Lain halnya dengan Joan Freeman dan Utami munandar (dalam Andang Ismail, 2009: 27) mendefinisikan permainan sebagai suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik, intelektual, sosial, moral, dan emosional. Jadi pengertian permainan adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk mencari kesenangan yang dapat membentuk proses kepribadian anak dan membantu anak mencapai perkembangan fisik, intelektual, sosial, moral dan emosional.
Dalam perkembangannya, permainan juga bisa digunakan sebagai terapi untuk anak-anak. Manfaat dari terapi ini antara lain :
  1. Pertama, anak-anak ‘terjaga’ ketika berhadapan dengan prospek ‘bermain’. Mereka langsung terlibat dalam situasi sosial yang mengajarkan keterampilan saat mereka sedang bersenang-senang. Mereka yang akrab dengan unsur-unsur bermain seperti turn-taking, aturan menjaga, menang, kalah dan ko’operasi.
  2. Kedua, sementara anak-anak secara aktif terlibat dengan proses bermain game, tantangan sosial dan emosional muncul saat mendidik atau krisis terjadi, sehingga memberikan pengalaman belajar bermakna dengan segera.
  3. Ketiga, terapi bermain anak-anak dengan menyediakan lingkungan yang aman untuk mempraktekkan keterampilan baru. Anak-anak merasa santai dan arus diskusi mudah dalam pengaturan ini.
  4. Keempat, pengamatan klinis dapat dilakukan dan ditarik kesimpulan tentang anak-anak yang tidak meningkatkan penggunaan keterampilan prososial setelah pembelajaran ekstra dan pemanduan praktek. Adanya sindrom organik, masalah kesehatan mental atau masalah perlindungan anak perlu diselidiki.
Kemajuan permainan pada pengembangan keterampilan dan kompleksitas dengan fokus yang kuat pada intervensi awal, mulai dari usia 4-14. Permainan dapat digunakan secara berurutan selama enam sampai delapan minggu dan satu sesi untuk menutup keterampilan tertentu. Anak-anak muda akan mulai dengan permainan ‘Persiapan Bersama’ dan bekerja dengan  ’Teman yang Ramah’ dan mungkin untuk ‘Pemikir Ulang’.
Jadi olahraga adalah suatu permainan yang menekankan pada fisik. Sedangkan permainan itu mempunyai dua aspek yaitu penekanan pada fisik dan penekanan intelektual. Olahraga di pihak lain adalah suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi, yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi, pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga melibatkan aktivitas kompetitif.