OLAHRAGA DAN PERMAINAN
Sport (Olahraga)
berasal dari bahasa Latin ”disportare”
atau “deportare” dalam bahasa Itali ”deporte” yang artinya penyenangan,
pemeliharaan atau menghibur untuk bergembira. Jadi olahraga itu adalah suatu
kegiatan yang menyenangkan dimana semua anggota badan bergerak berirama. Pada
saat ini, olahraga sangat digemari oleh semua kalangan usia. Dari anak-anak,
remaja, orang dewasa sampai para manula juga senang berolahraga.
Sebenarnya
olahraga sudah dikenal sejak 30.000 tahun yang lalu, berdasarkan perhitungan
penanggalan karbon. Lukisan/gambar-gambar jaman batu ditemukan di padang pasir
Libya menampilkan beberapa aktivitas, renang dan memanah (Amrank Berachunk: 2012). Hal ini membuktikan
bahwa olahraga sudah ada sejak jaman prasejarah (prehistoric). Dalam
perkembangannya, olahraga berkembang mengikuti jaman. Dari yang
dahulu olahraga dilakukan secara individu, dan akhirnya berkembang dengan
adanya olahraga beregu.
Ada
banyak sekali olahraga beregu, misalnya sepakbola, basket, voli, softball, dan
masih banyak lagi macamnya. Pada olahraga beregu banyak peneliti mengatakan
bahwa olahraga ini berasal dari Eropa, tepatnya Inggris (Amrank Berachunk: 2012). Karena olahraga
beregu sangat rentan menimbulkan konflik yang besar, maka pada olahraga ini ada
banyak sekali aturan-aturan yang digunakan. Aturan-aturan tersebut berkembang
sesuai kebutuhan.
Setelah olahraga didunia mulai berkembang dengan
luas, para bangsawan Eropa berinisiatif untuk mengadakan ajang olahraga yang
bernama Olimpiade. Namun olimpiade hanya berlangsung di Yunani kuno sampai pada
tahun 393 M. olimpiade kuno ini diberhentikan oleh Kaisar Romawi (Feri
Kurniawan, hal : 1). Setelah itu pada
tahun 1896 dihidupkan kembali oleh bangsawan Prancis yang bernama Pierre
Fredy Baron de Coubertin. Dan pada tahun 1896 Olimpiade modern pertama kali
diadakan di Athena.
Setelah kesuksesan Olimpiade 1896, Olimpiade
memasuki masa-masa stagnasi yang mengancam keberlangsungan ajang tersebut.
Olimpiade Paris 1900 dan Olimpiade St. Louis 1904 adalah buktinya. Olimpiade
Paris tidak memiliki stadion, namun ini adalah Olimpiade dimana pertama kalinya
wanita diijinkan ikut serta dalam pertandingan. Olimpiade St. Louis tahun 1904
diikuti oleh 650 atlit, namun 580 diantaranya berasal dari Amerika Serikat.
Hal-hal diatas menjadi dasar bagi IOC untuk
melakukan perubahan dalam Olimpiade. Olimpiade ditata ulang setelah diadakannya
Olimpiade Interkala/Intercalated games (disebut demikian karena
Olimpiade ketiga yang diadakan sebelum waktu penyelenggaraan Olimpiade ketiga)
pada tahun 1906 di Athena (Feri Kurniawan, hal : 8). Olimpiade Interkala
ini tidak diakui secara resmi oleh IOC dan tidak pernah diselenggarakan lagi
sejak saat itu. Namun, Olimpiade Interkala yang diselenggarakan di
stadion Panathinaiko, Athena ini telah menarik minat banyak peserta secara
Internasional dan menghasilkan kepentingan publik yang besar, menandai kenaikan
popularitas dan ukuran dari Olimpiade itu sendiri.
Indonesia pertama kali berpartisipasi dalam
Olimpiade Helsinki 1952 di Finlandia. Setelah itu Indonesia sempat dua kali
tidak ikut Olimpiade yaitu pada Olimpiade Tokyo 1964 dan Olimpiade Moskwa 1980
karena boikot sehubungn dengan perang Soviet-Afganistan. Sejak awal keikut
sertaannya tercatat Indonesia sudah mengumpulkan total 27 mendali dengan
rincian: 6 mendali emas, 10 mendali perak, 11 mendali perunggu (Feri Kurniawan,
hal : 22).
Di Indonesia sendiri olahraga dikenal melalui
pedagang dari China yang sedang berdagang di Indonesia. Sejak saat itu olahraga
berkembang pesat di Indoneisa, hingga saat ini ada banyak sekali cabang
olahraga yang dikenal di Indonesia. Selain mengikuti perlombaan tingkat dunia,
Indonesia juga rutin mengadakan perlombaan tingkat nasional yang biasa disebut
dengan Pekan Olahraga Nasional (PON). Olahraga di Indonesia juga diatur dalam
Undang-Undang RI nomor 3 tahun 2005 dan Peraturan Pemerintah RI tahun 2007
tentang sistem keolahragaan nasional.
Untuk mengembangkan olahraga agar tidak
membosankan, pada saat ini banyak sekali model latihan yang menggunakan model
permainan. Misalnya pada cabang atletik, basket, sepakbola dan lain-lain. Hal
ini membuat olahraga menjadi semakin bervariasi. Jika dahulu model latihan
olahraga hanya menitik beratkan pada skill dan fisik, namun dengan
adanya variasi latihan permainan tersebut, atlit menjadi tidak bosan untuk
melakukan latihan.
Ada banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakan tentang
pengertian permainan. Menurut Hans Daeng (dalam Andang Ismail, 2009: 17)
permainan adalah bagian mutlak dari kehidupan
anak dan permainan merupakan bagian integral dari proses pembentukan
kepribadian anak. Selanjutnya Andang Ismail (2009: 26) menuturkan bahwa
permainan ada dua pengertian. Pertama,
permainan adalah
sebuah aktifitas bermain yang murni mencari kesenangan tanpa mencari menang
atau kalah. Kedua,
permainan diartikan
sebagai aktifitas bermain yang dilakukan dalam rangka mencari kesenangan dan
kepuasan, namun ditandai pencarian menang-kalah.
Selain dari kedua ahli tersebut,
ada juga para ahli yang mengemukan tetang pengertian permainan. Menurut
Kimpraswil (dalam As’adi Muhammad, 2009: 26) mengatakan bahwa
definisi permainan adalah usaha olah diri (olah pikiran dan olah
fisik) yang sangat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan
motivasi, kinerja, dan prestasi dalam melaksanakan tugas dan
kepentingan organisasi dengan lebih baik. Lain halnya dengan Joan Freeman dan
Utami munandar (dalam Andang Ismail, 2009: 27) mendefinisikan permainan sebagai
suatu aktifitas yang membantu anak mencapai perkembangan yang utuh, baik fisik,
intelektual, sosial, moral, dan emosional. Jadi pengertian permainan adalah
suatu aktifitas yang dilakukan oleh beberapa anak untuk mencari kesenangan yang
dapat membentuk proses
kepribadian
anak dan
membantu anak mencapai perkembangan fisik, intelektual, sosial, moral dan
emosional.
Dalam
perkembangannya, permainan juga bisa digunakan sebagai terapi untuk anak-anak.
Manfaat dari terapi ini antara lain :
- Pertama,
anak-anak ‘terjaga’ ketika berhadapan dengan prospek ‘bermain’. Mereka
langsung terlibat dalam situasi sosial yang mengajarkan keterampilan saat
mereka sedang bersenang-senang. Mereka yang akrab dengan unsur-unsur
bermain seperti turn-taking,
aturan menjaga, menang, kalah dan ko’operasi.
- Kedua,
sementara anak-anak secara aktif terlibat dengan proses bermain game,
tantangan sosial dan emosional muncul saat mendidik atau krisis terjadi,
sehingga memberikan pengalaman belajar bermakna dengan segera.
- Ketiga,
terapi bermain anak-anak dengan menyediakan lingkungan yang aman untuk
mempraktekkan keterampilan baru. Anak-anak merasa santai dan arus diskusi
mudah dalam pengaturan ini.
- Keempat, pengamatan
klinis dapat dilakukan dan ditarik kesimpulan tentang anak-anak yang tidak
meningkatkan penggunaan keterampilan prososial setelah pembelajaran ekstra
dan pemanduan praktek. Adanya sindrom organik, masalah kesehatan mental
atau masalah perlindungan anak perlu diselidiki.
Kemajuan permainan pada pengembangan
keterampilan dan kompleksitas dengan fokus yang kuat pada intervensi awal,
mulai dari usia 4-14. Permainan dapat digunakan secara berurutan selama enam
sampai delapan minggu dan satu sesi untuk menutup keterampilan tertentu.
Anak-anak muda akan mulai dengan permainan ‘Persiapan Bersama’ dan bekerja
dengan ’Teman yang Ramah’ dan mungkin untuk ‘Pemikir Ulang’.
Jadi olahraga adalah suatu permainan yang
menekankan pada fisik. Sedangkan permainan itu mempunyai dua aspek yaitu
penekanan pada fisik dan penekanan intelektual. Olahraga di pihak lain adalah
suatu bentuk bermain yang terorganisir dan bersifat kompetitif. Beberapa ahli
memandang bahwa olahraga semata-mata suatu bentuk permainan yang terorganisasi,
yang menempatkannya lebih dekat kepada istilah pendidikan jasmani. Akan tetapi,
pengujian yang lebih cermat menunjukkan bahwa secara tradisional, olahraga
melibatkan aktivitas kompetitif.