Sepakbola merupakan salah satu olahraga yang sangat popular di Indonesia bahkan di dunia. Karena sepakbola bisa dimainkan oleh berbagai golongan. Baik dari anak kecil sampai orang dewasa, pria bahkan wanita. Di Indonesia sendiri sepakbola sudah menjadi budaya, karena diberbagai daerah di Indonesia sudah mengenal sepakbola dan sudah memainkannya. Walaupu prestasi Tim Nasional yang semakin memburuk, namun antusiasme supporter Tim Nasional tidak pernah luntur. Ini dibuktikan setiap kali Tim Nasional bermain di Gelora Bung Karno, penonton pasti berdatangan dari berbagai daerah, untuk mendukung Tim Garuda tercinta.
Prestasi Tim Nasional Indonesia semakin memburuk bukan tanpa alasan. Ada banyak sekali masalah yang ada pada sistem kepengurusan organisasinya. Selain itu juga ada masalah dalam sistem pembinaan atlit usia dininya. Ini terbukti saat pada hari minggu tanggal 14 April 2013 kemarin, saya pergi untuk melihat cara melatih anak usia dini pada salah satu SSB di Kabupaten Blitar. Dan dari sana saya melihat ada yang kurang dari sistem pelatihannya yaitu terlalu monoton dalam latihan, yaitu hanya menggunakan satu sampau dua prinsip latihan yaitu prinsip overload dan prinsip spesialisasi. Padahal dalam teori kepelatihan, dalam melatih anak usia dini itu harus menggunakan berbagai macam prinsip latihan. Agar anak tidak stress dengan latihan yang terlalu monoton.
Ada 12 prinsip dalam latihan yaitu overload, overtraining, spesialisation, individualization, variable, recovery, refersibility, perkembangan multilateral, beban meningkat bertahap, melampau batas latihan, aktif partisipasi dalam latihan, dan proses latihan menggunakan model. Dari keduabelas prinsip latihan tersebut yang terpenting untuk melatih anak usia dini menurut saya adalah perkembangan multilateral, overtraining, aktif partisipasi dalam latihan, dan proses latihan menggunakan model. Perkembangan multilateral penting karena pada anak usia dini belum bisa diarahkan pada satu cabang olahraga. Mereka harus dibimbing menuju cabang olahraga yang memang pantas untuk struktur otot dan juga kemampuan yang dimiliki. Sehingga dengan demikian mereka bisa memilih sendiri cabang olahraga yang pantas dan cocok dengan yang mereka harapkan. Hal ini juga bisa menghindarkan anak mengalami frustasi dikarenakan salah dalam menentukan cabang olahraga yang ditekuni. Karena tidak cocok dengan jenis ototnya ataupun tidak sesuai dengan kemampuan bakat alaminya.
Selain itu prinsip overtraining menjadi penting dikarenakan pada prinsip ini anak dilatih sesuai dengan menghindari beban yang terlalu berat untuk kekuatan anak. Karena jika anak mengalami kelelahan yang berlebihan, akan mengakibatkan tingkat recoverynya menjadi semakin lama, dan yang paling berbahaya adalan anak mengalami stress yang berlebihan. Jika anak mengalami stress yang berlebihan, maka anak akan menjadi malas untuk berlatih lagi, karena dalam memori otak sang anak berfikiran bahwa dia akan melakukan latihan yang berat lagi, sehingga anak tidak akan ikut dalam latihan lagi karena takut akan mengikuti latihan yang berat lagi.
Kemudian pada prinsip aktif partisipasi dalam latihan menjadi penting dikarenakan pada prinsip ini diajarkan untuk terus aktif dalam melakukan latihan. dengan anak selalu aktif dalam mengikuti latihan, maka anak akan terus mengingat akan latihan yang telah dilakukannya pada hari itu. Jika mereka ingan dengan materi latihan yang telah diajarkan, maka pada hari senlanjutnya jika materi tersebut diajarkan kembali, akan masih apa yang harus mereka lakukan. Dengan begitu pelatih tidak harus terus-terusan memberikan contoh jika ingin memberikan materi yang sama pada hari-hari berikutnya.
Yang terakhir adalah proses latihan menggukan model. Prisip ini menjadi penting dikarenakan dalam prinsip ini latihan yang ajarkan menggunakan beberapa macam model. Contohnya dalam latihan tehnik mengoper bola. Dengan prinsip ini tehnik mengoper bola bisa menggunakan model latihan dengan lempar tangkap bola dengan teman. Ini bertujuan agak anak bisa mengira-ngira dan bisa merasakan kekuatan yang harus dikeluarkan dalam mengoper bola dengan jarak jauh atau jarak dekat. Setelah anak paham dan bisa mengoper bola dengan tepat dan bolanya bisa diterima dengan baik oleh temannya, maka anak baru diajarkan untuk mengoper bola dengan kaki. Dengan prinsip ini selain anak bisa mengetahui seberapa kekuatan yang harus digunakan dalam mengoper bola, namun anak juga bisa memiliki insting dalam operannya dan juga anak bisa saling bertukar pemahaman dengan temannya sendiri.selain itu anak juga bisa lebih mengeryi tentang tehnik mengoper bola ataupun tehnik-tehnik yang lainnya.
Selain kesalahan dalam metode pelatihannya, dalam pengamatan yang telah saya lakukan kemaren, ada lagi kesalahannya yaitu anak sudah diajarkan untuk mencapai prestasi, padahal seharusnya anak usia dini itu belum diarahkan kesitu, namun mereka masih diajarkan pada tehnik dasar bermain bola dan memberikan kesenangan kepada anak, agar anak bisa senang dengan sepakbola. Dengan anak senang dengan sepakbola maka mereka akan berusaha untuk mencapai prestasi setinggi-tingginya, tanpa harus pelatih mengarahkannya. Karena takaran atlit sukses itu adalah prestasi.
Selain dari kedua tadi, saya juga melihat pada tingkatan diatasnya, adanya tingkat etika kedisiplinan yang kurang. Yang seharunya waktu efektif latihan tersebut 2 jam, namun karena masih banyak yang tidak disiplin sehingga hanya sekitar 1 jam waktu efektif latihan. ini seharusnya pelatih harus bisa mengkondisikan atlitnya agar bisa memanfaatkan waktu dengan semaksimal mungkin. Karena jika hanya latihan selama 1 jam dan itu hanya bermain game, maka atlit tidak akan bisa mendapatkan kemampuan yang maksimal. Karena waktu efektif dalam latihan agar bisa mendapatkan hasil yang masimal adalah dengan 2-4 jam per hari. Dengan waktu seperti itu atlit bisa mendapatkan hasil yang maksimal dan tingkat daya tahannya pun akan semakin baik. Karena dalam pertandingan sepakbola, atlit dituntut untuk mampu bermain selama 90 menit dengan peforma yang stabil. Jika atlit hanya berlatih selama 1 jam waktu efektif, maka dia tidak akan mampu melaksanakan pertandingan dengan waktu 90 menit dengan peforma yang stabil. Pasti pada menit-menit terakhir akan mengalami penurunan pada stamina, kekuatan bahkan konsentrasinya.
Jika rasa kedisiplinan seorang atlit tidak dipupuk sejak kecil, maka saat atlit tersebut sudah menjadi atlit professional, maka etika tersebut akan masih dibawa dan atlit tersebut tidak akan bisa berkembang. Karena atlit professional adalah atlit punya etika yang baik dalam berolahraga. Dengan atlit-atlit muda tersebut dididik atike dalam berolahraga, selain akan menghasilkan atlit yang mempunyai kualitas yang baik dalam fisik dan tehnik, namun juga mempunyai mental dan kematangan juara yang baik. Karena dengan memiliki etika yang baik, maka atlit tersebut juga akan menjunjung tinggi sportivitas dalam berolahraga. Selain itu atlit juga bisa mempunyai rasa tanggung jawab yang baik. Dengan memiliki etika yang baik maka atlit juga mempunyai perilaku yang baik pula didalam maupun diluar lapangan.
Dalam sepakbola sangat dijunjung tinggi rasa fair play, namun saat ini masih banyak pemain professional di Liga Indonesia masih kurang bisa memahami istilah fair play. Ini mungkin dikarenakan tidak adanya pemberian pemahaman fair play sejak dini. Karena jika anak pada usia dini sudah diajarkan untuk bermain fair play, maka pada saat dewasa nanti mereka akan bisa bermain secara fair play dan bisa menghargai keputusan wasit. Sebenarnya jika atlit sepakbola di Indonesia bisa bermain fair play, maka dalam pertandingannya akan terlihat indah dan tidak akan ada kerusuhan yang bisa mengakibatkan perpecahan, karena perpecahan itu timbul disebabkan tidak ada pengetahuan yang luas dari pemain itu sendiri tentang peraturan dan nilai-nilai sportivitas dalam sepakbola.
Dalam setiap olahraga, para atlet diwajibkan untuk stretching (pemanasan), karena pemanasan sangat penting untuk melemaskan otot-otot yang masih tegang. Namun dalam latihan yang saya amati terdapat kesalahan-kesalan mendasar dari pelatih yang kurang diperhatikan, namun dapat berakibat fatal. Contohnya pada saat stretching (pemanasan). Saat anak-anak didik tersebut melakukan pemanasan, ada banyak sekali kesalahan yang dilakukannya dan tidak ada sikap yang tegasa dari pelatih untuk membetulkannya. Misalnya tidak ada keseriusan dalam melakukan pemanasan. Pemansan seharusnya dilakukan dengan serius dan urut dari otot atas menuju otot bawah. Jika pemanasan tersebut tidak dilakukan dengan serius, maka dampaknya adalah pemain bisa mengalami cidera yang serius. Contohnya pada otot kaki bagian bawah. Pada otot ini jika tarikan pada saat pemanasan tidak maksimal, maka hasilnya otot tidak akan fleksible. Sehingga pada saat berlari atau menendang bola, karena otot masih dalam keadaan tegang maka pemain akan rawan terkena cidera pada otot kakinya.
Selain itu pada hari yang lain tepatnya pada minggu tanggal 21 April 2013, saya melihat kalau ada kesalahan dalam melatih anak-anak yang sudah senior, yaitu pelatih tidak menggunakan prinsip overload yaitu beban meningkat. Saya melihat bahwa beban yang diberikan kepada atlet tersebut tetap, dan bahkan berkurang. Pada minggu sebelumnya, saya melihat latihan yang dilakuan adalah lari 5 kali putaran lapangan, kemudian melakukan stretching, melakukan latihan fisik (namun dari yang saya amati kurang maksimal, karena banyak yang tidak melakukannya dengan serius), kemudian langsung game. Namun pada minggu setelahnya tidak ada fariasi latihan, latihan hanya lari 5 kali, stretching, melakukan latihan fisik, latihan tehnik menendang (dilakukan hanya sebentar, dan kurang efektif), dan game. Jika pada minggu pertama latihan dilakukan dengan jangka waktu sekitar 2 sampai 2,5 jam, namun ada penurunan pada hari kedua yaitu hanya 2 jam. Selain dari penurunan pada waktu pelaksanaan, juga tidak adanya penambahan beban pada saat latihan fisik. Seharusnya jika atlet telah mengalami adaptasi pada minggu pertama, maka pada minggu kedua frekuensi latihan ditambah atau dinaikan. Agar kemampuan atlet juga bisa bertambah.