“Kecemasan
Dalam Olahraga Prestasi Atlit Amatir Di Daerah-Daerah”
Abstrak: olahraga merupakan kegiatan
yang paling sering dilakukan manusia. Selain bisa untuk prestasi, olahraga juga
bermaat untuk kesehatan. Dalam dunia olahraga prestasi ada banyak sekali factor
yang mendukungnya, yaitu antara lain fisik, tehnik, taktik, dan mental. Fisik
berhubungan dengan keadaan fisiologis seorang atlit. Tehnik, kemampuan seorang
atlit dalam melakukan olahraga. Taktik, kemampuan atlit dalam membaca suasana
pertandingan. Dan yang terakhir mental, yaitu kemampuan kondisi psikogi atlit
dalam menghadapi pertandingan. Ada banyak yang mempengaruhi mental, dan salah
satunya yaitu factor kecemasan atlit. Saat atlit melakukan pertandingan, pada
atlit yang sudah prefesional tingkat kecemasan itu sangat rendah, namun jika
pada atlit yang masih amatir, tingkat kecemasan sangat tinggi. Sehingga atlit tersebut
bisa mengalami stress yang bisa menyebabkan atlit tidak konsen dalam
pertandingan.
Kata Kunci: olahraga, atlit, kecemasan
PENDAHULUAN
Olahraga
adalah salah satu kegiatan yang paling sring dilakukan manusia. Olahraga
terbagi dalam beberapa jenis, yaitu olahraga prestasi, olahraga rekreasi, dan
olahraga pendidikan. Dalam olahraga prestasi ada dua jenis yaitu olahraga yang
menggunakan banyak oksigen dan olahraga dengan sedikit oksigen. Untuk menunjang
prestasi para atlit amatir ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu
fisik, tehnik, taktik, dan mental.
Dalam mental atlit ada
beberapa factor yaitu motivasi, percaya diri, kecemasan, dan lain-lain. Kecemasan
terdiri dari komponen mental (kognitif) dan fisiologis (somatik)
komponen (Bridges dan Knight, 2005). Kecemasan kognitif adalah mental komponen kecemasan, di mana seseorang mengalami kekhawatiran, keraguan, tak terduga mengancam, pikiran negatif, takut gagal, hilangnya kepercayaan diri dan konsentrasi. Kecemasan Somatik mengacu pada perubahan seseorang dirasakan dalam dirinya atau fisiologis nya, seperti detak jantung meningkat, darah tekanan dan ketegangan otot (Vincent dan Yahya, 2012).
komponen (Bridges dan Knight, 2005). Kecemasan kognitif adalah mental komponen kecemasan, di mana seseorang mengalami kekhawatiran, keraguan, tak terduga mengancam, pikiran negatif, takut gagal, hilangnya kepercayaan diri dan konsentrasi. Kecemasan Somatik mengacu pada perubahan seseorang dirasakan dalam dirinya atau fisiologis nya, seperti detak jantung meningkat, darah tekanan dan ketegangan otot (Vincent dan Yahya, 2012).
Pada
atlit amatir didaerah-daerah banyak yang sering mengalami kecemasan saat akan
melakukan pertandingan. Ini dikarenakan pelatih tidak tahu tanda-tanda dari
atlit yang cemas dengan situasi pertandingan. Selain itu atlit juga tidak
percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki, dan juga atlit takut dengan
situasi pertandingan, takut terhadap lawan, dan takut dengan keramaian
penonton.
Untuk
mengatasi kecemasan tersebut ada beberapa cara yaitu dengan self-talk, visualisasi, dan pelatih
memberikan motivasi kepada atlit tersebut. Selain itu juga dengan tidak
memberikan target yang terlalu tinggi terhadap atlit. Dengan target yang
tinggi, bisa menimbulkan atlit down
sebelum pertandingan, dan atlit akan mengalami beban secara mental.
PEMBAHASAN
Dalam
arti luas olahraga adalah suatu kegiatan dimana semua anggota tubuh bergerak. Dalam
perkembangannya, olahraga dibagi menjadi olahrag prestasi, olahraga rekreasi,
dan olahraga pendidikan. Dalam olahraga prestasi, dibagi lagi menjadi dua yaitu
olahraga yang menggunakan oksigen dan olahraga dengan tidak sepenuhnya menggunakan
oksigen atau hanya sedikit menghirup oksigen. Olahraga yang menggunakan oksigen
antara lain lari maraton, bersepeda, dan masih banyak lagi. Sedangkan olahraga
yang menggunakan sedikit oksigen antara lain lari cepat, sepakbola, renang, dan
lain-lain.
Dalam
olahraga presatsi ada empat factor yang paling berpengaruh, yaitu fisik,
tehnik, taktik, dan mental. Fisik berpengaruh karena untuk menunjang sebuah
prestasi dalam dunia olahraga idealnya mempunyai fisik yang atletis. Namun pada
era perkembangan jaman saat ini, bukan hanya atlit yang mempunyai fisik bagus
saja yang bisa berprestasi, namun juga ada beberapa atlit yang mempunyai fisik
dibawah ideal yang mampu bersprestasi. Contohnya dalam cabang olahraga
sepakbola ada Lionel Messi, Aaroon Lennon, Andik Firmansyah, dan masih banyak
lagi. Dari beberapa atlit tersebut, walaupun mereka mempunyai fisik yang
relative dibawah namun mereka mempunya keistimewaan dalam hal yang lain,
misalnya Messi (Pangilan dari Lionel Messi), dia mempunyai kemampuan dalam
mengolah bola yang sangat baik, bahkan Messi mampu menjadi pemain terbaik Eropa
tiga kali berturut-turut, yakni pada tahun 202009, 2010, dan 2011. Sedangkan
Andik Firmansyah, berlari sekaligur melakukan dribbling (menggiring bola) dengan cepat. Dan mampu membawa TIMNAS
Indonesia U-21 menjadi Runner-up Sea
Games di Jakarta pada tahun 2012 lalu.
Setelah
fisik, factor yang kedua yaitu tehnik. Tehnik dibutuhkan karena jika seorang
atlit olahraga tidak punya tehnik yang bagus dan hanya mengandalkan fisiknya
saja, maka atlit tersebut tidak akan bisa berprestasi. Contohnya, jika seorang
atlit lompat tinggi hanya mengandalkan fisiknya yang tinggi dan tidak punya
tehnik dalam melompat yang bagus maka dia tidak akan bisa memperoleh prestasi
yang maksimal. Atlit tersebut akan kalah dengan atlit yang mempunyai fisik
biasa namun mempunyai tehnik bagus. Maka dari itu tahnik juga sangat penting
untuk menunjang prestasi seorang atlit olahraga. Begitu juga dicabang olahraga
sepakbola. Walaupun seorang atlit sepakbola mempunyai fisik yang atletis, namun
tidak ditunjang dengan kemampuan tehnik mengolah bola yang baik, maka atlit
tersebut tidak akan bisa berkembang dengan baik.
Kemudian
factor yang ketiga yaitu taktik. Taktik sangat diperlukan saat seorang atlit
akan melakukan pertandingan. Seorang atlit selain mampu membaca situasi
pertandingan dia juga harus bisa membuat taktik bagaimana bisa memenangkan
pertandingan. Namun pada kebanyakan olahraga prestasi, taktik lebih banyak
diperoleh dari pelatih, karena kemampuan seorang pelatih dalam menentukan
taktik pada dasarnya lebih baik dari pada atlit. Faktor yang terakhir yaitu
mental. Dalam dunia psikologi olahraga ada banyak sekali factor yang bisa
mempengaruhi mental atlit. Antar lain percaya diri, motivasi, kecemasan, dan
lain-lain.
Untuk
mempelajari mental seorang atlit takni dengan ilmu psikologi olahraga. Ilmu ini
muncul sejak 1897 oleh Morman Triplet. Ilmu ini mulai popular sejak tahun
1960-an, karena psikologi menjadi kebutuhan untuk meraih prestasi dalam
olahraga. Dalam ilmu psikologi olahraga dibagi menjadi 2 yaitu ilmu murni dan
ilmu terapan.
Kecemasan
adalah salah satu factor yang bisa mempengaruhi prestasi atlit. Kecemasan ini
muncil saat seorang atlit akan melakukan pertandingan. Pada atlit yang sudah
professional kecemasan sangat rendah, namun pada atlit yang masih amatir
kecemasan sering muncul dan mampu menggoyahkan konsentrasi atlit.
Kecemasan terdiri dari komponen mental
(kognitif) dan fisiologis (somatik)
komponen (Bridges dan Knight, 2005). Kecemasan kognitif adalah mental komponen kecemasan, di mana seseorang mengalami kekhawatiran, keraguan, tak terduga mengancam, pikiran negatif, takut gagal, hilangnya kepercayaan diri dan konsentrasi. Kecemasan Somatik mengacu pada perubahan seseorang dirasakan dalam dirinya atau fisiologis nya, seperti detak jantung meningkat, darah tekanan dan ketegangan otot (Vincent dan Yahya, 2012).
komponen (Bridges dan Knight, 2005). Kecemasan kognitif adalah mental komponen kecemasan, di mana seseorang mengalami kekhawatiran, keraguan, tak terduga mengancam, pikiran negatif, takut gagal, hilangnya kepercayaan diri dan konsentrasi. Kecemasan Somatik mengacu pada perubahan seseorang dirasakan dalam dirinya atau fisiologis nya, seperti detak jantung meningkat, darah tekanan dan ketegangan otot (Vincent dan Yahya, 2012).
Ada beberapa metode untuk mengukur tingkat
kecemasan seorang atlit, yaitu kuisioner data diri. Pada metode ini atlit
diberikan beberapa lembar kertas yang didalamnya berisikan
pertanyaan-pertanyaan tentang data diri atlit. Selain data diri, juga ada
pertanyaan tentang permainan atlit tersebut. Ukuran yang paling sering digunakan kecemasan sifat
adalah Skala Sport Anxiety (SAS).
Kemudian selain dengan kuisioner, ada drive
theory (teori pemandu) dan teoti U terbalik.
Untuk mempelajari kecemasan pada atlit ada beberapa
model dan teori yang telah didapat oleh para psikolog, yaitu teori
multidimensional, model bencana, teori pembalikan, dan zona dengan berfungsi
optimal modelkan (Woodman dan Hardy, 2003).
Kemudian Dua teori terbaru menawarkan kerangka melalui yang mana satu
pemahaman lebih baik dari hubungan anxiety–performance
mungkin diperoleh; proses sadar hipotesis (CPH) dan teori efisiensi proses (Wilson,
Smith dan Holmes, 2007 ).
Kecemasan bisa sangat berpengaruh pada atlit-atlit
amatir, khususnya atlit-atlit di tingkat daerah. Keadaan ini terjadi karena
para pelatih ditingkat daerah masih banyak yang tidak melatih mentalnya.
Kebanyakan para pelatih hanya melatih fisik, tehnik, dan taktik. Sehingga
melupakan mental. Padahal mental sangat berpengaruh bagi atlit untul mencapai
puncak prestasinya. Namun selain dari factor pelatih, kecemasan pada atlit
amatir sering muncul karena beberapa factor antara lain atlit merasa takut
dengan lawan yang memiliki fisik yang lebih besar, nama besar dan tehnik yang
lebih baik. Kemudian kecemasan itu muncul karena adanya target yang terlalu
tinggi dari pelatih atau official
tim. Sedangkan atlit baru saja melakukan latihan dan masih belum mempunyai jam
terbang yang banyak.
Atlit yang pertama kali melakukan pertandingan resmi
biasanya akan mengalami kecemasan berupa, tidak bisa tidur pada malam hari
sebelum pertandingan dimulai, merasa ingin BAB (buang air besar) atau BAK
(buang air kecil), telapak tangan mengeluarkan banyak keringat, gugup, dan yang
paling buruk wajah dari atlit tersebut akan berubah menjadi putih pucat. Dalam
keadaan seperti ini seharusnya seorang pelatih bisa membaca keadaan atlitnya,
dan menenangknnya dengan cara menyuruh atlit untuk melakukan pemanasan
berulang-ulang, atau dengan mengajak atlit untuk berdiam diri dan
memvisualisasikan pertandingan. Memvisualisasikan ruang hijau memiliki dampak
positif pada kesehatan mental (Vincent dan Yahaya, 2012). Bervisualisasi adalah salah satu dari metode
Cooping. Coping telah didefinisikan oleh Lazarus dan Folkman (1984) sebagai terus-menerus mengubah upaya kognitif dan
perilaku untuk mengelola tuntutan eksternal dan / atau internal yang spesifik yang
dinilai sebagai mengambil atau melebihi sumber daya dari orang. Salah satu
strategi coping yang banyak digunakan adalah citra. Menurut Moran (1993) ,
citra tidak hanya berfokus pada indra visual tetapi dapat mencakup lainnya indra
juga. Vealey dan Greanleaf (2001) mendefinisikan Citra sebagai menggunakan
semua indera untuk menciptakan kembali atau menciptakan sebuah pengalaman dalam
pikiran.
Jadi, untuk dapat membantu atlit amatir dalam
mengatasi kecemasan saat akan melakukan pertandingan adalah dengan metode
visualisasi atau membayangkan pertandingan dan berpikiran positif terhadap
pertandingan. Dengan membayangkan pertandingan dan berfikiran positif atlit
akan meras lebih nyaman dalam bertanding, sehingga atlit mampu bermain baik dan
mendapatkan hasil yang maksimal. Selain visualisasi ada juga metode yang baik
digunakan untuk mengurangi kecemasan yaitu dengan self-talk (berbicara kepada diri sendiri). Self-talk digunakan untuk member semangat kepada diri sendiri, agar
mampu mengontrol emosi didalam diri.
KESIMPULAN
Kecemasan terdiri dari dua yaitu kecemasan kognitif
dan kecemasan somatic. Kecemasan kognitif adalah mental komponen kecemasan, di
mana seseorang mengalami kekhawatiran, keraguan, tak terduga mengancam, pikiran
negatif, takut gagal, hilangnya kepercayaan diri dan konsentrasi. Kecemasan
Somatik mengacu pada perubahan seseorang dirasakan dalam dirinya atau
fisiologis nya, seperti detak jantung meningkat, darah tekanan dan ketegangan
otot.
Atlit amatir tingkat daerah sering mengalami
kecemasan karena tekanan dari penonton, tehnik yang kurang, takut dengan lawan
yang lebih baik, target dari pelatih yang tinggi. Untuk ngurangi kecemasan bisa
dengan self-talk, visualisasi dan
motivasi dari pelatih.
DAFTAR
PUSTAKA
Parnabas,
Vincent A. & Yahaya Mahamood. 2012. Anxiety
and Imagery of Green Space among Athletes. British Journal of Arts and Social Sciences: Malaysia (Diakses online
pada 11 Mei 2014 pukul 18.45 WIB)
Moran. A. 1993.
Conceptual and methodological issues in
the measurement of mental imagery skills in athlete. Journal of Sport
Behavior, 16, pp. 156-170. (Diakses online pada 11 Mei 2014 pukul 08.00 WIB)
R.S. Vealey
& C.A. Greenleaf, 2001. Seeing is
believing: Understand and using imagery in sport. In J.M. William (Ed.), Applied sport psychology: Personal growth to
peak performance. Mountain View, CA: Mayfield Publishing Company..
(Diakses online pada 11 Mei 2014 pukul 08.00 WIB)
Sangari, Mandana, Farnoosh Fotrousi
& Forouzan Fattahi Masrour. 2012. Relationship Between Mental Skill and
Competitive Anxiety in Female National Football Players. World
Applied Sciences Journal 20 (8): 1175-1178, 2012: Iran (Diakses online pada 11 Mei 2014 pukul 18.45
WIB)
Woodman, Tim
& Lew Hardy. 2003. The relative
impact of cognitive anxiety and self-confidence upon sport performance: a
meta-analysis. Journal of Sports
Sciences, 2003, 21, 443–457: UK (Diakses
online pada 11 Mei 2014 pukul 18.45 WIB)
Mark Wilson, Mark,
Nickolas C. Smith1 & Paul S. Holmes.
2007. The role of effort in influencing
the effect of anxiety on performance: Testing the conflicting
predictions
of processing efficiency theory and the conscious processing hypothesis. British
Journal of Psychology (2007), 98, 411–428: UK (Diakses online pada 11 Mei 2014 pukul 18.45 WIB)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar