Minggu, 31 Agustus 2014

CONTOH CARA MENGHITUNG DENYUT NADI

Denyut Nadi
a.       Menghitung denyut nadi maksimal
MHR   = 220 – Umur
= 220 – 19
= 201 denyut per nadi

b.      Jika intensitas latihan yang saya dapatkan adalah 60% maka denyut jantung latihan saya adalah “intensitas latihan x hasil MHR”       
= 60% x 201
= 60/100 x 201 = 120,6 denyut per menit

c.       Heart Rate Reserve     = Max Heart Rate – RHR
                                    = 220 - 19 - 74           
                                    = 127 denyut per menit

d.      Heart Rate Threshold  = HRR + % (MHR - HRR)
= 74 + 60% (201 - 74)
= 74 + 76,2
= 150,2 denyut per menit



ARTIKEL TENTANG KECEMASAN PADA ATLIT AMATIR


“Kecemasan Dalam Olahraga Prestasi Atlit Amatir Di Daerah-Daerah”
Abstrak: olahraga merupakan kegiatan yang paling sering dilakukan manusia. Selain bisa untuk prestasi, olahraga juga bermaat untuk kesehatan. Dalam dunia olahraga prestasi ada banyak sekali factor yang mendukungnya, yaitu antara lain fisik, tehnik, taktik, dan mental. Fisik berhubungan dengan keadaan fisiologis seorang atlit. Tehnik, kemampuan seorang atlit dalam melakukan olahraga. Taktik, kemampuan atlit dalam membaca suasana pertandingan. Dan yang terakhir mental, yaitu kemampuan kondisi psikogi atlit dalam menghadapi pertandingan. Ada banyak yang mempengaruhi mental, dan salah satunya yaitu factor kecemasan atlit. Saat atlit melakukan pertandingan, pada atlit yang sudah prefesional tingkat kecemasan itu sangat rendah, namun jika pada atlit yang masih amatir, tingkat kecemasan sangat tinggi. Sehingga atlit tersebut bisa mengalami stress yang bisa menyebabkan atlit tidak konsen dalam pertandingan.
Kata Kunci: olahraga, atlit, kecemasan
PENDAHULUAN
Olahraga adalah salah satu kegiatan yang paling sring dilakukan manusia. Olahraga terbagi dalam beberapa jenis, yaitu olahraga prestasi, olahraga rekreasi, dan olahraga pendidikan. Dalam olahraga prestasi ada dua jenis yaitu olahraga yang menggunakan banyak oksigen dan olahraga dengan sedikit oksigen. Untuk menunjang prestasi para atlit amatir ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu fisik, tehnik, taktik, dan mental.
Dalam mental atlit ada beberapa factor yaitu motivasi, percaya diri, kecemasan, dan lain-lain. Kecemasan terdiri dari komponen mental (kognitif) dan fisiologis (somatik)
komponen
(Bridges dan Knight, 2005). Kecemasan kognitif adalah mental komponen kecemasan, di mana seseorang mengalami kekhawatiran, keraguan, tak terduga mengancam, pikiran negatif, takut gagal, hilangnya kepercayaan diri dan konsentrasi. Kecemasan Somatik mengacu pada perubahan seseorang dirasakan dalam dirinya atau fisiologis nya, seperti detak jantung meningkat, darah tekanan dan ketegangan otot (Vincent dan Yahya, 2012).
Pada atlit amatir didaerah-daerah banyak yang sering mengalami kecemasan saat akan melakukan pertandingan. Ini dikarenakan pelatih tidak tahu tanda-tanda dari atlit yang cemas dengan situasi pertandingan. Selain itu atlit juga tidak percaya diri dengan kemampuan yang dimiliki, dan juga atlit takut dengan situasi pertandingan, takut terhadap lawan, dan takut dengan keramaian penonton.
Untuk mengatasi kecemasan tersebut ada beberapa cara yaitu dengan self-talk, visualisasi, dan pelatih memberikan motivasi kepada atlit tersebut. Selain itu juga dengan tidak memberikan target yang terlalu tinggi terhadap atlit. Dengan target yang tinggi, bisa menimbulkan atlit down sebelum pertandingan, dan atlit akan mengalami beban secara mental.

PEMBAHASAN
Dalam arti luas olahraga adalah suatu kegiatan dimana semua anggota tubuh bergerak. Dalam perkembangannya, olahraga dibagi menjadi olahrag prestasi, olahraga rekreasi, dan olahraga pendidikan. Dalam olahraga prestasi, dibagi lagi menjadi dua yaitu olahraga yang menggunakan oksigen dan olahraga dengan tidak sepenuhnya menggunakan oksigen atau hanya sedikit menghirup oksigen. Olahraga yang menggunakan oksigen antara lain lari maraton, bersepeda, dan masih banyak lagi. Sedangkan olahraga yang menggunakan sedikit oksigen antara lain lari cepat, sepakbola, renang, dan lain-lain.
Dalam olahraga presatsi ada empat factor yang paling berpengaruh, yaitu fisik, tehnik, taktik, dan mental. Fisik berpengaruh karena untuk menunjang sebuah prestasi dalam dunia olahraga idealnya mempunyai fisik yang atletis. Namun pada era perkembangan jaman saat ini, bukan hanya atlit yang mempunyai fisik bagus saja yang bisa berprestasi, namun juga ada beberapa atlit yang mempunyai fisik dibawah ideal yang mampu bersprestasi. Contohnya dalam cabang olahraga sepakbola ada Lionel Messi, Aaroon Lennon, Andik Firmansyah, dan masih banyak lagi. Dari beberapa atlit tersebut, walaupun mereka mempunyai fisik yang relative dibawah namun mereka mempunya keistimewaan dalam hal yang lain, misalnya Messi (Pangilan dari Lionel Messi), dia mempunyai kemampuan dalam mengolah bola yang sangat baik, bahkan Messi mampu menjadi pemain terbaik Eropa tiga kali berturut-turut, yakni pada tahun 202009, 2010, dan 2011. Sedangkan Andik Firmansyah, berlari sekaligur melakukan dribbling (menggiring bola) dengan cepat. Dan mampu membawa TIMNAS Indonesia U-21 menjadi Runner-up Sea Games di Jakarta pada tahun 2012 lalu.
Setelah fisik, factor yang kedua yaitu tehnik. Tehnik dibutuhkan karena jika seorang atlit olahraga tidak punya tehnik yang bagus dan hanya mengandalkan fisiknya saja, maka atlit tersebut tidak akan bisa berprestasi. Contohnya, jika seorang atlit lompat tinggi hanya mengandalkan fisiknya yang tinggi dan tidak punya tehnik dalam melompat yang bagus maka dia tidak akan bisa memperoleh prestasi yang maksimal. Atlit tersebut akan kalah dengan atlit yang mempunyai fisik biasa namun mempunyai tehnik bagus. Maka dari itu tahnik juga sangat penting untuk menunjang prestasi seorang atlit olahraga. Begitu juga dicabang olahraga sepakbola. Walaupun seorang atlit sepakbola mempunyai fisik yang atletis, namun tidak ditunjang dengan kemampuan tehnik mengolah bola yang baik, maka atlit tersebut tidak akan bisa berkembang dengan baik.
Kemudian factor yang ketiga yaitu taktik. Taktik sangat diperlukan saat seorang atlit akan melakukan pertandingan. Seorang atlit selain mampu membaca situasi pertandingan dia juga harus bisa membuat taktik bagaimana bisa memenangkan pertandingan. Namun pada kebanyakan olahraga prestasi, taktik lebih banyak diperoleh dari pelatih, karena kemampuan seorang pelatih dalam menentukan taktik pada dasarnya lebih baik dari pada atlit. Faktor yang terakhir yaitu mental. Dalam dunia psikologi olahraga ada banyak sekali factor yang bisa mempengaruhi mental atlit. Antar lain percaya diri, motivasi, kecemasan, dan lain-lain.
Untuk mempelajari mental seorang atlit takni dengan ilmu psikologi olahraga. Ilmu ini muncul sejak 1897 oleh Morman Triplet. Ilmu ini mulai popular sejak tahun 1960-an, karena psikologi menjadi kebutuhan untuk meraih prestasi dalam olahraga. Dalam ilmu psikologi olahraga dibagi menjadi 2 yaitu ilmu murni dan ilmu terapan.
Kecemasan adalah salah satu factor yang bisa mempengaruhi prestasi atlit. Kecemasan ini muncil saat seorang atlit akan melakukan pertandingan. Pada atlit yang sudah professional kecemasan sangat rendah, namun pada atlit yang masih amatir kecemasan sering muncul dan mampu menggoyahkan konsentrasi atlit.
Kecemasan terdiri dari komponen mental (kognitif) dan fisiologis (somatik)
komponen
(Bridges dan Knight, 2005). Kecemasan kognitif adalah mental komponen kecemasan, di mana seseorang mengalami kekhawatiran, keraguan, tak terduga mengancam, pikiran negatif, takut gagal, hilangnya kepercayaan diri dan konsentrasi. Kecemasan Somatik mengacu pada perubahan seseorang dirasakan dalam dirinya atau fisiologis nya, seperti detak jantung meningkat, darah tekanan dan ketegangan otot (Vincent dan Yahya, 2012).
 Ada beberapa metode untuk mengukur tingkat kecemasan seorang atlit, yaitu kuisioner data diri. Pada metode ini atlit diberikan beberapa lembar kertas yang didalamnya berisikan pertanyaan-pertanyaan tentang data diri atlit. Selain data diri, juga ada pertanyaan tentang permainan atlit tersebut. Ukuran yang paling sering digunakan kecemasan sifat adalah Skala Sport Anxiety (SAS). Kemudian selain dengan kuisioner, ada drive theory (teori pemandu) dan teoti U terbalik.
Untuk mempelajari kecemasan pada atlit ada beberapa model dan teori yang telah didapat oleh para psikolog, yaitu teori multidimensional, model bencana, teori pembalikan, dan zona dengan berfungsi optimal modelkan (Woodman dan Hardy, 2003).   Kemudian Dua teori terbaru menawarkan kerangka melalui yang mana satu pemahaman lebih baik dari hubungan anxiety–performance mungkin diperoleh; proses sadar hipotesis (CPH) dan teori efisiensi proses (Wilson, Smith dan Holmes, 2007 ).
Kecemasan bisa sangat berpengaruh pada atlit-atlit amatir, khususnya atlit-atlit di tingkat daerah. Keadaan ini terjadi karena para pelatih ditingkat daerah masih banyak yang tidak melatih mentalnya. Kebanyakan para pelatih hanya melatih fisik, tehnik, dan taktik. Sehingga melupakan mental. Padahal mental sangat berpengaruh bagi atlit untul mencapai puncak prestasinya. Namun selain dari factor pelatih, kecemasan pada atlit amatir sering muncul karena beberapa factor antara lain atlit merasa takut dengan lawan yang memiliki fisik yang lebih besar, nama besar dan tehnik yang lebih baik. Kemudian kecemasan itu muncul karena adanya target yang terlalu tinggi dari pelatih atau official tim. Sedangkan atlit baru saja melakukan latihan dan masih belum mempunyai jam terbang yang banyak.
Atlit yang pertama kali melakukan pertandingan resmi biasanya akan mengalami kecemasan berupa, tidak bisa tidur pada malam hari sebelum pertandingan dimulai, merasa ingin BAB (buang air besar) atau BAK (buang air kecil), telapak tangan mengeluarkan banyak keringat, gugup, dan yang paling buruk wajah dari atlit tersebut akan berubah menjadi putih pucat. Dalam keadaan seperti ini seharusnya seorang pelatih bisa membaca keadaan atlitnya, dan menenangknnya dengan cara menyuruh atlit untuk melakukan pemanasan berulang-ulang, atau dengan mengajak atlit untuk berdiam diri dan memvisualisasikan pertandingan. Memvisualisasikan ruang hijau memiliki dampak positif pada kesehatan mental (Vincent dan Yahaya, 2012).  Bervisualisasi adalah salah satu dari metode Cooping. Coping telah didefinisikan oleh Lazarus dan Folkman (1984) sebagai  terus-menerus mengubah upaya kognitif dan perilaku untuk mengelola tuntutan eksternal dan / atau internal yang spesifik yang dinilai sebagai mengambil atau melebihi sumber daya dari orang. Salah satu strategi coping yang banyak digunakan adalah citra. Menurut Moran (1993) , citra tidak hanya berfokus pada indra visual tetapi dapat mencakup lainnya indra juga. Vealey dan Greanleaf (2001) mendefinisikan Citra sebagai menggunakan semua indera untuk menciptakan kembali atau menciptakan sebuah pengalaman dalam pikiran.
Jadi, untuk dapat membantu atlit amatir dalam mengatasi kecemasan saat akan melakukan pertandingan adalah dengan metode visualisasi atau membayangkan pertandingan dan berpikiran positif terhadap pertandingan. Dengan membayangkan pertandingan dan berfikiran positif atlit akan meras lebih nyaman dalam bertanding, sehingga atlit mampu bermain baik dan mendapatkan hasil yang maksimal. Selain visualisasi ada juga metode yang baik digunakan untuk mengurangi kecemasan yaitu dengan self-talk (berbicara kepada diri sendiri). Self-talk digunakan untuk member semangat kepada diri sendiri, agar mampu mengontrol emosi didalam diri.

KESIMPULAN
Kecemasan terdiri dari dua yaitu kecemasan kognitif dan kecemasan somatic. Kecemasan kognitif adalah mental komponen kecemasan, di mana seseorang mengalami kekhawatiran, keraguan, tak terduga mengancam, pikiran negatif, takut gagal, hilangnya kepercayaan diri dan konsentrasi. Kecemasan Somatik mengacu pada perubahan seseorang dirasakan dalam dirinya atau fisiologis nya, seperti detak jantung meningkat, darah tekanan dan ketegangan otot.
Atlit amatir tingkat daerah sering mengalami kecemasan karena tekanan dari penonton, tehnik yang kurang, takut dengan lawan yang lebih baik, target dari pelatih yang tinggi. Untuk ngurangi kecemasan bisa dengan self-talk, visualisasi dan motivasi dari pelatih.









DAFTAR PUSTAKA
Parnabas, Vincent A. & Yahaya Mahamood. 2012.  Anxiety and Imagery of Green Space among Athletes.  British Journal of Arts and Social Sciences: Malaysia (Diakses online pada 11 Mei 2014 pukul 18.45 WIB)

Moran. A. 1993. Conceptual and methodological issues in the measurement of mental imagery skills in athlete. Journal of Sport Behavior, 16, pp. 156-170. (Diakses online pada 11 Mei 2014 pukul 08.00 WIB)

R.S. Vealey & C.A. Greenleaf, 2001. Seeing is believing: Understand and using imagery in sport. In J.M. William (Ed.), Applied sport psychology: Personal growth to peak performance. Mountain View, CA: Mayfield Publishing Company.. (Diakses online pada 11 Mei 2014 pukul 08.00 WIB)

Sangari, Mandana, Farnoosh Fotrousi & Forouzan Fattahi Masrour. 2012. Relationship Between Mental Skill and Competitive Anxiety in Female National Football Players. World Applied Sciences Journal 20 (8): 1175-1178, 2012: Iran (Diakses online pada 11 Mei 2014 pukul 18.45 WIB)

Woodman, Tim & Lew Hardy. 2003. The relative impact of cognitive anxiety and self-confidence upon sport performance: a meta-analysis. Journal of Sports Sciences, 2003, 21, 443–457: UK (Diakses online pada 11 Mei 2014 pukul 18.45 WIB)

Mark Wilson, Mark, Nickolas C. Smith1 & Paul S. Holmes. 2007. The role of effort in influencing the effect of anxiety on performance: Testing the conflicting predictions of processing efficiency theory and the conscious processing hypothesis. British Journal of Psychology (2007), 98, 411–428: UK (Diakses online pada 11 Mei 2014 pukul 18.45 WIB)